Kejaksaan Republik Indonesia

Daripada Wikipedia, ensiklopedia bebas.


Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara secara merdeka terutama pelaksanaan tugas dan kewenangan di bidang penuntutan dan melaksanakan tugas dan kewenangan di bidang penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi dan Pelanggaran HAM berat serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Pelaksanaan kekuasaan negara tersebut diselenggarakan oleh:

  • Kejaksaan Agung, berkedudukan di ibu kota negara Indonesia dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara Indonesia. Kejaksaan Agung dipimpin oleh seorang Jaksa Agung yang merupakan pejabat negara, pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang Kejaksaan Republik Indonesia. Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
  • Kejaksaan Tinggi, berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Kejaksaan Tinggi dipimpin oleh seorang kepala kejaksaan tinggi yang merupakan pimpinan dan penanggung jawab kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan di daerah hukumnya.
  • Kejaksaan Negeri, berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota. Kejaksaan Negeri dipimpin oleh seorang kepala kejaksaan negeri yang merupakan pimpinan dan penanggung jawab kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan di daerah hukumnya. Pada Kejaksaan Negeri tertentu terdapat juga Cabang Kejaksaan Negeri yang dipimpin oleh Kepala Cabang Kejaksaan Negeri.

Peristilahan[sunting | sunting sumber]

Istilah "kejaksaan" sebenarnya sudah ada sejak lama di Indonesia. Pada zaman kerajaan Hindu-Jawa di Jawa Timur iaitu pada masa Kerajaan Majapahit, istilah dhyaksa, adhyaksa, dan dharmadhyaksa sudah berperanan merangkumi posisi dan jabatan tertentu di kerajaan. Istilah-istilah ini berasal dari bahasa kuno, yakni dari kata-kata yang sama dalam bahasa Sanskerta.

Seorang peneliti Belanda, W.F. Stutterheim mengatakan bahawa dhyaksa adalah pejabat negara pada zaman Kerajaan Majapahit, tepatnya di saat Prabu Hayam Wuruk tengah berkuasa (1350-1389 M). Dhyaksa adalah hakim yang diberi tugas untuk menangani masalah peradilan dalam sidang pengadilan. Para dhyaksa ini dipimpin oleh seorang adhyaksa, yakni hakim tertinggi yang memimpin dan mengawasi para dhyaksa tadi. Kesimpulan ini didukung peneliti lainnya yakni H. H. Juynboll, yang mengatakan bahawa adhyaksa adalah pengawas (opzichter) atau hakim tertinggi (oppenrrechter). Krom dan Van Vollenhoven, juga seorang pengkaji Belanda, bahkan menyebut bahawa patih terkenal dari Majapahit yakni Gajah Mada, juga adalah seorang adhyaksa.

Sejarah perkembangan[sunting | sunting sumber]

Zaman Hindia Belanda[sunting | sunting sumber]

Pada masa pendudukan Belanda, badan yang ada kerelevanannya dengan jaksa dan Kejaksaan antara lain adalah Openbaar Ministerie. Lembaga ini yang menitahkan pegawai-pegawainya berperan sebagai Magistraat dan Officier van Justitie di dalam sidang Landraad (Pengadilan Negeri), Jurisdictie Geschillen (Pengadilan Justisi ) dan Hooggerechtshof (Mahkamah Agung ) dibawah perintah langsung dari Residen / Asisten Residen.

Hanya saja, pada praktiknya, fungsi tersebut lebih cenderung sebagai perpanjangan tangan Belanda belaka. Dengan kata lain, jaksa dan Kejaksaan pada masa penjajahan belanda mengemban misi terselubung yakni antara lain:

Mempertahankan segala peraturan Negara Melakukan penuntutan segala tindak pidana Melaksanakan putusan pengadilan pidana yang berwenang Fungsi sebagai alat penguasa itu akan sangat kentara, khususnya dalam menerapkan delik-delik yang berkaitan dengan hatzaai artikelen yang terdapat dalam Wetboek van Strafrecht (WvS).

Zaman pendudukan kuasa Jepun[sunting | sunting sumber]

Peranan Kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntut secara resmi difungsikan pertama kali oleh Undang-Undang pemerintah zaman pendudukan tentara Jepang No. 1/1942, yang kemudian diganti oleh Osamu Seirei No.3/1942, No.2/1944 dan No.49/1944. Eksistensi kejaksaan itu berada pada semua jenjang pengadilan, yakni sejak Saikoo Hoooin (pengadilan agung), Koootooo Hooin (pengadilan tinggi) dan Tihooo Hooin (pengadilan negeri). Pada masa itu, secara resmi digariskan bahawa Kejaksaan memiliki kekuasaan untuk:

  • Mencari (menyidik) kejahatan dan pelanggaran
  • Menuntut Perkara Menjalankan putusan pengadilan dalam perkara kriminal.

Mengurus pekerjaan lain yang wajib dilakukan menurut undang-undang.

Zaman kemerdekaan Indonesia[sunting | sunting sumber]

Setelah Indonesia merdeka, fungsi seperti itu tetap dipertahankan dalam Negara Republik Indonesia. Hal itu ditegaskan dalam Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang diperjelas oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 1945. Isinya mengamanatkan bahawa sebelum Negara R.I. membentuk badan-badan dan peraturan negaranya sendiri sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar, maka segala badan dan peraturan yang ada masih langsung berlaku.

Karena itulah, secara yuridis formal, Kejaksaan R.I. telah ada sejak kemerdekaan Indonesia diproklamasikan yakni pada tanggal 17 Agustus 1945. Dua hari setelahnya, yakni tanggal 19 Agustus 1945, dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia diputuskan kedudukan Kejaksaan dalam struktur Negara Republik Indonesia, yakni dalam lingkungan Departemen Kehakiman.

Kejaksaan RI terus mengalami berbagai perkembangan dan dinamika secara terus menerus sesuai dengan kurun waktu dan perubahan sistem pemerintahan. Sejak awal eksistensinya, hingga kini Kejaksaan Republik Indonesia telah mengalami 22 periode kepemimpinan Jaksa Agung. Seiring dengan perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, kedudukan pimpinan, organisasi, serta tata cara kerja Kejaksaan RI, juga juga mengalami berbagai perubahan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat, serta bentuk negara dan sistem pemerintahan.

Menyangkut Undang-Undang tentang Kejaksaan, perubahan mendasar pertama berawal tanggal 30 Juni 1961, saat pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 15 tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan RI. Undang-Undang ini menegaskan Kejaksaan sebagai alat negara penegak hukum yang bertugas sebagai penuntut umum (pasal 1), penyelenggaraan tugas departemen Kejaksaan dilakukan Menteri / Jaksa Agung (Pasal 5) dan susunan organisasi yang diatur oleh Keputusan Presiden. Terkait kedudukan, tugas dan wewenang Kejaksaan dalam rangka sebagai alat revolusi dan penempatan kejaksaan dalam struktur organisasi departemen, disahkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 1961 tentang Pembentukan Kejaksaan Tinggi.

Zaman Orde Baru[sunting | sunting sumber]

Pada masa Orde Baru ada perkembangan baru yang menyangkut Kejaksaan RI sesuai dengan perubahan dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991, tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Perkembangan itu juga mencakup perubahan mendasar pada susunan organisasi serta tata cara institusi Kejaksaan yang didasarkan pada adanya Keputusan Presiden No. 55 tahun 1991 tertanggal 20 November 1991.

Pascareformasi (sejak 1998)[sunting | sunting sumber]

I'll

Tugas dan wewenang atau fungsi[sunting | sunting sumber]

UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I. juga telah mengatur tugas dan wewenang Kejaksaan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 30, yaitu:

(1) Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:

  • Melakukan penuntutan;
  • Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
  • Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan bersyarat;
  • Melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;
  • Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam *pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

(2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah

(3) Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan:

  • Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
  • Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
  • Pengamanan peredaran barang cetakan;
  • Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;
  • Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
  • Penelitian dan pengembangan hukum statistik kriminal.

Selain itu, Pasal 31 UU No. 16 Tahun 2004 menegaskan bahawa Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menetapkan seorang terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak karena bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahyakan orang lain, lingkungan atau dirinya sendiri. Pasal 32 Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tersebut menetapkan bahawa di samping tugas dan wewenang tersebut dalam undang-undang ini, Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang. Selanjutnya Pasal 33 mengatur bahawa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan kerjasama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainnya. Kemudian Pasal 34 menetapkan bahawa Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instalasi pemerintah lainnya.

Motto[sunting | sunting sumber]

Tri Krama Adhyaksa, adalah doktrin Kejaksaan Indonesia:

  1. Satya, yang artinya kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap diri pribadi dan keluarga, maupun kepada sesama manusia.
  2. Adhi, yang artinya kesempurnaan dalam bertugas dan berunsur utama pemilikan rasa tanggung jawab, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap keluarga, dan terhadap sesama manusia.
  3. Wicaksana, yang artinya bijaksana dalam tutur kata dan tingkah laku, khususnya dalam pengetrapan kekuasaan dan kewenangannya.

Rujukan[sunting | sunting sumber]

Pautan luar[sunting | sunting sumber]

Kejaksaan Republik Indonesia

Lembaga: Kejaksaan Agung | Kejaksaan Tinggi | Kejaksaan Negeri
Penjawat: Pendakwa Agung | Pendakwa | Tri Krama Adyaksa

 
Jabatan dan Kementerian Negara Republik Indonesia
Bendera Indonesia

Kementerian Koordinator: Politik, Undang-undang dan Keamanan | Ekonomi | Kesejahteraan Rakyat
Jabatan: Dalam Negeri | Luar Negeri | Pertahanan | Undang-undang dan HAM | Kewangan | Tenaga dan Sumber Galian | Perindustrian | Perdagangan | Pertanian | Kehutanan | Perhubungan | Kelautan dan Perikanan | Tenaga Kerja dan Transmigrasi | Kerja Raya | Kesihatan | Pendidikan | Sosial | Agama | Kebudayaan dan Pelancongan | Komunikasi dan Maklumat
Kementerian Negara: Penyelidikan | Koperasi dan UKM | Lingkungan Hidup | Pemberdayaan Perempuan | Pencekapan Sistem Pemerintahan Negara | PPDT | Perancangan Pembangunan Nasional | BUMN | Perumahan Rakyat | Pemuda dan Olahraga
Setingkat Menteri: Sekretariat Negara | Sekretariat Kabinet | Kejaksaan