Babad Tanah Jawi

Daripada Wikipedia, ensiklopedia bebas.
Jilid hadapan Babad Tanah Jawi

Babad Tanah Jawi (Jawa: ꦧꦧꦢ꧀ꦠꦤꦃꦗꦮꦶ, "Sejarah Tanah Jawa") adalah naskhah berbahasa Jawa yang berisi sejarah raja-raja yang pernah bertakhta di pulau Jawa. Naskhah ini datang dalam pelbagai susunan dan isi yang kesemuanya yang dijumpai terselamat bertarikh tidak lebih tua daripada abad ke-18. Babad ini dimulakan dengan salasilah raja-raja Pajajaran yang lebih dulu juga mendapat tempat sebelum diikuti Majapahit, Demak terus hingga sampai kerajaan Pajang dan Mataram pada pertengahan abad ke-18.

Buku ini dibuat sebagai suatu karya sastera sejarah yang berbentuk tembang Jawa yang juga memuat salasilah raja-raja cikal bakal kerajaan Mataram, yang juga unik dalam buku ini penulis menyimpulkan pertalian hingga seawal nabi Adam dan nabi-nabi lainnya sebagai nenek moyang raja-raja Hindu di tanah Jawa hingga Mataram Islam.[1]

Sebagai babad/babon/buku besar dengan pusat kerajaan zaman Mataram, buku ini tidak pernah lepas dalam setiap kajian mengenai segala perisitwa yang terjadi di tanah Jawa lalu mampu menceritakan semula dengan teliti sejarah pulau Jawa. Namun menyadari kentalnya campuran mitos dan pengkultusan, para ahli selalu menggunakannya dengan pendekatan kritis.[2]

Versi[sunting | sunting sumber]

Versi lain (sekitar abad ke-19)

Banyaknya versi Babad Tanah Jawi yang beredar bisa dikelompokkan menjadi dua kelompok induk naskah:

  • Induk Babad Tanah Jawi yang ditulis oleh Carik Tumenggung Tirtowiguno (Carik Braja)[3] atas perintah Pakubuwana III. Induk ini telah beredar pada tahun 1788. Pada tahun 1874, Johannes Jacobus Meinsma menerbitkan versi gancaran (prosa) dari induk ini yang dikerjakan oleh Ngabehi Kertapraja.[4][5] W. L. Olthof pernah mereproduksi ulang versi Meinsma pada tahun 1941. Pada kedua versi tersebut, nama Ngabehi Kertapradja tidak dicantum.[6] Menurut Merle Calvin Ricklefs, versi Meinsma bukan sumber utama yang bisa diterima untuk riset sejarah, dan sebaliknya mengakui edisi Olthof.[7]
  • Induk Babad Tanah Jawi yang ditulis oleh Carik Adilangu II yang hidup pada zaman Pakubuwana I dan Pakubuwana II. Naskhah tertuanya bertanggal tahun 1722.[6]

Perbezaan antara kedua-dua manuskrip terletak pada penceritaan sejarah Jawa Kuno sebelum munculnya cikal bakal kerajaan Mataram. Kelompok pertama hanya menceritakan riwayat Mataram secara ringkas berupa salasilah dilengkapi sedikit keterangan, sementara kelompok kedua dilengkapi dengan kisah panjang lebar.

Dokumen ini telah menarik perhatian banyak ahli sejarah. Antara sejarawan yang giat meneliti dokumen ini, H. J. de Graaf, menyatakan bahawa isi Babad Tanah Jawi dapat dipercayai, khususnya cerita tentang peristiwa tahun 1600 sampai zaman Kartasura pada abad ke-18, demikian juga dengan peristiwa sejak tahun 1580 yang mengulas tentang kerajaan Pajang. Namun, untuk cerita setelah zaman itu, de Graaf tidak berani menyebutnya sebagai data sejarah kerana terlalu sarat dengan campuran mitologi, kosmologi, dan dongeng.

Menjelang Perang Dunia Kedua, Balai Pustaka juga menerbitkan berpuluh-puluh jilid Babad Tanah Jawi dalam bentuk aslinya. Asli sesungguhnya kerana dalam bentuk tembang dan tulisan Jawa.

Penguasa-penguasa Jawa menurut Babad Tanah Jawi[sunting | sunting sumber]

Wangsa Syailendra[sunting | sunting sumber]

Wangsa Sanjaya[sunting | sunting sumber]

Wangsa Medang Kamulan[sunting | sunting sumber]

Wangsa Kahuripan[sunting | sunting sumber]

  • Airlangga (1019-1045), mendirikan kerajaan di reruntuhan Medang
(Airlangga kemudian memecah Kerajaan Kahuripan menjadi dua: Janggala dan Kadiri):

Janggala[sunting | sunting sumber]

(tidak diketahui salasilah raja-raja Janggala hingga tahun 1116)

Kadiri[sunting | sunting sumber]

(tidak diketahui salasilah raja-raja Kadiri hingga tahun 1116)

Wangsa Singhasari[sunting | sunting sumber]

Wangsa Majapahit[sunting | sunting sumber]

Kerajaan Demak[sunting | sunting sumber]

Kesultanan Pajang[sunting | sunting sumber]

Kesultanan Mataram[sunting | sunting sumber]

Kasunanan Kartasura Hadiningrat[sunting | sunting sumber]

  • Amangkurat II (Amangkurat Amral) (1680 – 1702), pendiri Kartasura.
  • Amangkurat III (1702 – 1705), dibuang VOC ke Srilangka kerana kalah dari Pakubuwana I yang didukung VOC
  • Pakubuwana I (1705 – 1719), pernah memerangi dua raja sebelumya; juga dikenal dengan nama Pangeran Puger atau Sultan ing Alaga.
  • Amangkurat IV (1719 – 1726), Terjadi banyak pemberontakan, Sunan Kuning (Mas Garendi).
  • Pakubuwana II (1726 – 1742),
  • Pakubuwana III (diangkat oleh Belanda) dan hal ini ditentang oleh Mangkubumi dan Raden Mas Said. Atas ketidakpuasannya Raden Mas Said mengangkat mertuanya Mangkubumi sebagai penguasa lawan di Mataram, namun beberapa saat kemudian lawan ini berpecah menjadi dua kelompok iaitu kelompok Raden Mas Said dan kelompok Mangkubumi. Kemudian muncullah Perundingan Giyanti (13 Februari 1755)

Wangsa Baru[sunting | sunting sumber]

Perjanjian Giyanti telah membagi Wangsa Mataram menjadi 2 keluarga besar iaitu Hamengkubuwana dan Pakubuwana sedangkan Perjanjian Salatiga telah melahirkan satu keluarga dari Pakubuwana iaitu Mangkunegara. Keluarga Pakubuwana dimulai dari Pakubuwana I dan Hamengkubuwana dimulakan dari Hamengkubuwana I, sedangkan Mangkunegara dimulai dari Mangkunegara I.

Pakubuwana[sunting | sunting sumber]

  1. Pakubuwana I (1705 – 1719), pernah memerangi dua raja sebelumya; juga dikenal dengan nama Pangeran Puger.
  2. Pakubuwana II (1745 – 1749), pendiri kota Surakarta; memindahkan keraton Kartasura ke Surakarta pada tahun 1745
  3. Pakubuwana III (1749 – 1788), mengakui kedaulatan Hamengkubuwana I sebagai penguasa setengah wilayah kerajaannya.
  4. Pakubuwana IV (1788 – 1820)
  5. Pakubuwana V (1820 – 1823)
  6. Pakubuwana VI (1823 – 1830), diangkat sebagai pahlawan nasional Indonesia; juga dikenal dengan nama Pangeran Bangun Tapa.
  7. Pakubuwana VII (1830 – 1858)
  8. Pakubuwana VIII (1859 – 1861)
  9. Pakubuwana IX (1861 – 1893)
  10. Pakubuwana X (1893 – 1939)
  11. Pakubuwana XI (1939 – 1944)
  12. Pakubuwana XII (1944 – 2004)
  13. Gelar Pakubuwana XIII (2004 – sekarang) diklaim oleh dua orang, Pangeran Hangabehi dan Pangeran Tejowulan.

Hamengkubuwana[sunting | sunting sumber]

  1. Sri Sultan Hamengkubuwono I / Pangeran Mangkubumi (13 Februari 1755 - 24 Maret 1792 )
  2. Sri Sultan Hamengkubuwono II / Gusti Raden Mas Sundara ( 2 April 1792 - 1810) periode pertama
  3. Sri Sultan Hamengkubuwono III / Raden Mas Surojo (1810 -  1811) periode pertama
  4. Sri Sultan Hamengkubuwono IV / Gusti Raden Mas Ibnu Jarot ( 9 November 1814 - 6 Desember 1823)
  5. Sri Sultan Hamengkubuwono V / Gusti Raden Mas Gathot Menol (19 Desember 1823 - 17 Agustus 1826) periode pertama
  6. Sri Sultan Hamengkubuwono VI / Gusti Raden Mas Mustojo ( 5 Juli 1855 - 20 Juli 1877)
  7. Sri Sultan Hamengkubuwono VII / Gusti Raden Mas Murtejo / Sultan Sugih ( 22 Desember 1877 - 29 Januari 1921 )
  8. Sri Sultan Hamengkubuwono VIII / Gusti Raden Mas Sujadi ( 8 Februari 1921 - 22 Oktober 1939)
  9. Sri Sultan Hamengkubuwono IX / Gusti Raden Mas Dorodjatun( 18 Maret 1940 - 2 Oktober 1988 )
  10. Sri Sultan Hamengkubuwono X / Bendara Raden Mas Herjuno Darpito ( 7 Maret 1989 - sekarang)

Mangkunegara[sunting | sunting sumber]

  1. Mangkunegara I atau bernama asli Raden Mas Said dengan gelar Pangeran Samber Nyowo (1757 - 1795
  2. KGPAA Mangkunegara II atau R.M Sulomo dengan gelar dimasa muda Pangeran Surya Mataram dan juga bergelar Pangeran Surya Mangkubumi (1795 - 1835)
  3. Mangkunegara III (1835 - 1853)
  4. Mangkunegara IV (1853 - 1881)
  5. Mangkunegara V ( 1881 - 1896)
  6. Mangkunegara VI (1896 - 1916)
  7. Mangkunegara VII (1916 - 1944)
  8. Mangkunegara VIII (1944- 1987)
  9. Mangkunegara IX (1987 - sekarang)

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Olthof, W. L. (2017). Floberita Aning, A. Yogaswara (penyunting). Punika serat Babad Tanah Jawi wiwit saking Nabi Adam doemoegi ing taoen 1647 [Babad Tanah Jawi: Mulai Dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647]. Diterjemahkan oleh Soemarsono, H. R. (ed. 5). Yogyakarta: Narasi.
  2. ^ L., Olthof, W. (2007). Babad Tanah Jawi, mulai dari Nabi Adam sampai tahun 1647 (ed. Cet. 1). Yogyakarta: Narasi. ISBN 9789791680479. OCLC 220090178.
  3. ^ Bakir; Fawaid, Achmad (2017). "KONTESTASI DAN GENEALOGI"KEBANGKITAN" ISLAM NUSANTARA:KAJIAN HISTORIOGRAFIS BABAD TANAH JAWI". Jurnal Islam Nusantara. 1 (1).
  4. ^ Molen, Willem van der (2011). Kritik Teks Jawa: Sebuah pemandangan Umum dan Pendekatan Baru yang Diterapkan Kepada Kunjarakarna. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ISBN 9789794617878.
  5. ^ Meinsma, Johannes Jacobus. "Poenika serat Babad tanah Djawi wiwit saking nabi Adam doemoegi ing taoen 1647": Kaetjap wonten ing tanah Nèderlan ing taoen Welandi 1941, Volume 2
  6. ^ a b Kertapradja, Ngabehi (2014). Babad Tanah Jawi: Edisi Prosa Bahasa Jawa (dalam bahasa jw). Penerbit Garudhawaca. m/s. 3. ISBN 978-602-7949-46-1.CS1 maint: unrecognized language (link)
  7. ^ "Babad Tanah Jawi: Mulai Dari Nabi Adam Sampai Runtuhnya Mataram". www.gramedia.com. Dicapai pada 2020-12-18.