Kertas Putih 1939: Perbezaan antara semakan

Daripada Wikipedia, ensiklopedia bebas.
Kandungan dihapus Kandungan ditambah
MelancholieBot (bincang | sumb.)
k bot menambah: id:Buku Putih 1939
Aurora (bincang | sumb.)
terjemah
Baris 1: Baris 1:
{{terjemah}}
{{terjemah|en|White Paper of 1939}}
'''[[Buku Putih]] 1939''', yang juga dikenali sebagai ''Buku Putih MacDonald'' sesuai dengan nama [[Malcolm MacDonald]], [[Menteri Negara Urusan Koloni]] [[Britania Raya]] yang memimpin penulisannya, adalah sebuah dokumen yang berisi kebijaksanaan yang diterbitkan oleh pemerintah [[Britania]] di bawah [[Arthur Neville Chamberlain]] yang memutuskan untuk meninggalkan gagasan tentang pembahagian [[Palestin di bawah mandat Britania]], dan sebaliknya membentuk Palestin yang merdeka yang diperintahkan bersama-sama oleh orang-orang [[Palestin|Arab]] dan [[Yahudi]].
'''[[Kertas Putih]] 1939''', yang juga dikenali sebagai ''Kertas Putih MacDonald'' sesuai dengan nama [[Malcolm MacDonald]], [[Setiausaha Tanah Jajahan]] [[United Kingdom]] yang memimpin penulisannya, adalah sebuah dokumen yang berisi kebijaksanaan yang diterbitkan oleh [[kerajaan United Kingdom]] di bawah [[Arthur Neville Chamberlain]] yang memutuskan untuk meninggalkan gagasan tentang pembahagian [[Mandat British atas Palestin]], dan sebaliknya membentuk Palestin yang merdeka yang diperintahkan bersama-sama oleh orang-orang [[orang Palestin|Arab]] dan [[Yahudi]].


== Pra-Buku Putih 1939 ==
== Pra-Kertas Putih 1939 ==
Dokumen-dokumen sebelumnya telah menyatakan bahawa [[Deklarasi Balfour, 1917|Deklarasi Balfour]] bukanlah sebuah pernyataan setuju Britania tentang pembentukan sebuah negara Yahudi yang sesungguhnya di Palestin.
Dokumen-dokumen sebelumnya telah menyatakan bahawa [[Deklarasi Balfour 1917|Deklarasi Balfour]] bukanlah sebuah pernyataan setuju United Kingdom tentang pembentukan sebuah negara Yahudi yang sesungguhnya di Palestin.


Pada Januari 1938, [[Komisi Woodhead]] dibentuk untuk menjejaki cara-cara untuk menerapkan rekomendasi-rekomendasi yang dibuat oleh [[Komisi Peel]] (1936). Laporan Komisi Woodhead diterbitkan pada [[9 November]] [[1938]]. Gagasan pembahagian wilayah didukung, namun negara Yahudi yang diusulkan pada intinya jauh lebih kecil, wilayahnya hanyalah dataran pantai saja.
Pada Januari 1938, [[Jawatankuasa Woodhead]] dibentuk untuk menjejaki cara-cara untuk menerapkan saranan-saranan yang dibuat oleh [[Jawatankuasa Peel]] (1936). Laporan Jawatankuasa Woodhead diterbitkan pada [[9 November]] [[1938]]. Gagasan pembahagian wilayah didukung, namun negara Yahudi yang diusulkan pada intinya jauh lebih kecil, wilayahnya hanyalah dataran pantai saja.


Pada Februari 1939, [[Konferensi St. James]] (juga dikenal sebagai Konferensi Meja Bundar 1030) diadakan di [[London]]; karena delegasi Arab menolak untuk resmi bertemu dengan delegasi Yahudi atau mengakuinya, usul-usul itu diajukan oleh pemerintah secara terpisah kepada kedua belah pihak, yang tetap tidak boleh menyetujuinya. Konferensi berakhir pada [[17 Maret]] tanpa kemajuan apapun.
Pada Februari 1939, [[Persidangan St. James]] (juga dikenal sebagai Persidangan Meja Bundar 1030) diadakan di [[London]]; karena delegasi Arab menolak untuk resmi bertemu dengan delegasi Yahudi atau mengakuinya, usul-usul itu diajukan oleh pemerintah secara terpisah kepada kedua belah pihak, yang tetap tidak boleh menyetujuinya. Persidangan berakhir pada [[17 Mac]] tanpa kemajuan apapun.


== Isi Buku Putih 1939 ==
== Isi Kertas Putih 1939 ==
''Buku Putih 1939'' diterbitkan pada [[17 Mei]] 1939, dan pokok-pokok utamanya adalah:
''Kertas Putih 1939'' diterbitkan pada [[17 Mei]] 1939, dan pokok-pokok utamanya adalah:
*'''Bahagian I. Konstitusi''': Dinyatakan bahwa karena lebih dari 450.000 orang Yahudi kini telah bermukim di wilayah mandat itu, Deklarasi Balfour tentang "sebuah tanah air nasional untuk bangsa Yahudi" telah terpenuhi dan diserukanlah pembentukan sebuah negara Palestin yang merdeka dalam tempoh 10 tahun, yang diperintah bersama-sama oleh orang Arab dan Yahudi:<blockquote>"Pemerintah Sri Baginda percaya bahwa para penyusun Mandat yang di dalamnya Deklarasi Balfour terkandung tidak mungkin memaksudkan bahwa Palestina harus diubah menjadi sebuah Negara Yahudi berlawanan dengan kehendak penduduk Arab negara itu. [...] Kerana itu Pemerintah Sri Baginda kini menyatakan dengan tegas bahwa bukanlah kebijakannya bahwa Palestin harus menjadi sebuah Negara Yahudi. Bahkan Pemerintah akan menganggap hal itu berlawanan dengan kewajibannya terhadap orang-orang Arab di bawah Mandat ini, dan juga dengan jaminan-jaminan yang telah diberikan kepada bangsa Arab di masa lampau, bahwa penduduk Arab di Palestin harus dijadikan kawula dari sebuah Negara Yahudi, yang berlawanan dengan kehendak mereka."</blockquote><blockquote>"Tujuan dari Pemerintahan Sri Baginda adalah pembentukan dalam waktu 10 tahun sebuah Negara Palestin yang merdeka dalam hubungan-hubungan perjanjian dengan Britania Raya sehingga akan memberikan kebutuhan-kebutuhan komersial dan strategis dari kedua negara itu dengan memuaskan di masa depan. [...] Negara yang merdeka itu haruslah satu saja, di mana orang Arab dan Yahudi bersama-sama memerintah dengan cara yang demikian rupa sehingga memastikan perlindungan kepentingan-kepentingan yang hakiki dari masing-masing komunitas."</blockquote>
*'''Bahagian I. Perlembagaan''': Dinyatakan bahawa kerana lebih dari 450,000 orang Yahudi kini telah bermukim di wilayah mandat itu, Deklarasi Balfour tentang "sebuah tanah air nasional untuk bangsa Yahudi" telah terpenuhi dan diserukanlah pembentukan sebuah negara Palestin yang merdeka dalam tempoh 10 tahun, yang diperintah bersama-sama oleh orang Arab dan Yahudi:<blockquote>"Pemerintah Sri Baginda percaya bahawa para penyusun Mandat yang di dalamnya Deklarasi Balfour terkandung tidak mungkin memaksudkan bahawa Palestin harus diubah menjadi sebuah Negara Yahudi berlawanan dengan kehendak penduduk Arab negara itu. [...] Kerana itu Pemerintah Sri Baginda kini menyatakan dengan tegas bahawa bukanlah kebijakannya bahawa Palestin harus menjadi sebuah Negara Yahudi. Bahkan Pemerintah akan menganggap hal itu berlawanan dengan kewajibannya terhadap orang-orang Arab di bawah Mandat ini, dan juga dengan jaminan-jaminan yang telah diberikan kepada bangsa Arab di masa lampau, bahawa penduduk Arab di Palestin harus dijadikan kawula dari sebuah Negara Yahudi, yang berlawanan dengan kehendak mereka."</blockquote><blockquote>"Tujuan dari Pemerintahan Sri Baginda adalah pembentukan dalam waktu 10 tahun sebuah Negara Palestin yang merdeka dalam hubungan-hubungan perjanjian dengan United Kingdom sehingga akan memberikan kebutuhan-kebutuhan komersil dan strategis dari kedua negara itu dengan memuaskan di masa depan. [...] Negara yang merdeka itu haruslah satu saja, di mana orang Arab dan Yahudi bersama-sama memerintah dengan cara yang demikian rupa sehingga memastikan perlindungan kepentingan-kepentingan yang hakiki dari masing-masing komuniti."</blockquote>
*'''Bahagian II. Imigrasi''': Imigrasi Yahudi ke Palestin di bawah Mandat Britania akan dibatasi hingga 75,000 orang saja untuk lima tahun pertama, dan kelak akan ditetapkan berdasarkan persetujuan Arab:<blockquote>"Pemerintah Sri Baginda tidak menemukan [..] apapun di dalam Mandat ini ataupun di dalam Pernyataan-pernyataan Kebijakan yang sesudahnya yang mendukung pandangan bahawa pembentukan sebuah Tanah Air Nasional Yahudi di Palestin tidak adpat dilakukan kecuali apabila imigrasi diizinkan berlanjut tanpa batas. Bila imigrasi menimbulkan akibat-akibat yang tidak dikehenadki terhadap posisi ekonomi negara ini, imigrasi harus dengan tegas dibatasi; demikian pula bila hal itu menimbulkan akibat yang merugikan secara serius terhadap posisi politik di negara ini, maka itu adalah faktor yang tidak boleh diabaikan. Meskipun tidak sulit orang berdebat bahwa imigran Yahudi dalam jumlah besar yang akan diterima sejauh ini telah diserap secara ekonomi, rasa takut orang-orang Arab bahwa arus masuk ini akan berlanjut tanpa batas hingga populasi Yahudi mendominasi mereka telah menghasilkan akibat-akibat yang sangat parah bagi orang-orang Yahudi maupun Arab, dan bagi perdamaian dan kemakmuran Palestin.
*'''Bahagian II. Imigrasi''': Imigrasi Yahudi ke Palestin di bawah Mandat British akan dibatasi hingga 75,000 orang saja untuk lima tahun pertama, dan kelak akan ditetapkan berdasarkan persetujuan Arab:<blockquote>"Pemerintah Sri Baginda tidak menemukan [..] apapun di dalam Mandat ini ataupun di dalam Pernyataan-pernyataan Kebijakan yang sesudahnya yang mendukung pandangan bahawa pembentukan sebuah Tanah Air Nasional Yahudi di Palestin tidak dapat dilakukan kecuali apabila imigrasi diizinkan berlanjut tanpa batas. Bila imigrasi menimbulkan akibat-akibat yang tidak dikehenadki terhadap posisi ekonomi negara ini, imigrasi harus dengan tegas dibatasi; demikian pula bila hal itu menimbulkan akibat yang merugikan secara serius terhadap posisi politik di negara ini, maka itu adalah faktor yang tidak boleh diabaikan. Meskipun tidak sulit orang berdebat bahawa imigran Yahudi dalam jumlah besar yang akan diterima sejauh ini telah diserap secara ekonomi, rasa takut orang-orang Arab bahawa arus masuk ini akan berlanjut tanpa batas hingga populasi Yahudi mendominasi mereka telah menghasilkan akibat-akibat yang sangat parah bagi orang-orang Yahudi maupun Arab, dan bagi perdamaian dan kemakmuran Palestin.


<!--The lamentable disturbances of the past three years are only the latest and most sustained manifestation of this intense Arab apprehension [...] it cannot be denied that fear of indefinite Jewish immigration is widespread amongst the Arab population and that this fear has made possible disturbances which have given a serious setback to economic progress, depleted the Palestine exchequer, rendered life and property insecure, and produced a bitterness between the Arab and Jewish populations which is deplorable between citizens of the same country. If in these circumstances immigration is continued up to the economic absorptive capacity of the country, regardless of all other considerations, a fatal enmity between the two peoples will be perpetuated, and the situation in Palestine may become a permanent source of friction amongst all peoples in the Near and Middle East."</blockquote><blockquote>"Jewish immigration during the next five years will be at a rate which, if economic absorptive capacity permits, will bring the Jewish population up to approximately one third of the total population of the country. Taking into account the expected natural increase of the Arab and Jewish populations, and the number of illegal Jewish immigrants now in the country, this would allow of the admission, as from the beginning of April this year, of some 75,000 immigrants over the next five years. These immigrants would, subject to the criterion of economic absorptive capacity, be admitted as follows: For each of the next five years a quota of 10,000 Jewish immigrants will be allowed on the understanding that a shortage one year may be added to the quotas for subsequent years, within the five year period, if economic absorptive capacity permits. In addition, as a contribution towards the solution of the Jewish refugee problem, 25,000 refugees will be admitted as soon as the [[High Commissioner]] is satisfied that adequate provision for their maintenance is ensured, special consideration being given to refugee children and dependents. The existing machinery for ascertaining economic absorptive capacity will be retained, and the High Commissioner will have the ultimate responsibility for deciding the limits of economic capacity. Before each periodic decision is taken, Jewish and Arab representatives will be consulted. After the period of five years, no further Jewish immigration will be permitted unless the Arabs of Palestine are prepared to acquiesce in it." </blockquote>
<!--The lamentable disturbances of the past three years are only the latest and most sustained manifestation of this intense Arab apprehension [...] it cannot be denied that fear of indefinite Jewish immigration is widespread amongst the Arab population and that this fear has made possible disturbances which have given a serious setback to economic progress, depleted the Palestine exchequer, rendered life and property insecure, and produced a bitterness between the Arab and Jewish populations which is deplorable between citizens of the same country. If in these circumstances immigration is continued up to the economic absorptive capacity of the country, regardless of all other considerations, a fatal enmity between the two peoples will be perpetuated, and the situation in Palestine may become a permanent source of friction amongst all peoples in the Near and Middle East."</blockquote><blockquote>"Jewish immigration during the next five years will be at a rate which, if economic absorptive capacity permits, will bring the Jewish population up to approximately one third of the total population of the country. Taking into account the expected natural increase of the Arab and Jewish populations, and the number of illegal Jewish immigrants now in the country, this would allow of the admission, as from the beginning of April this year, of some 75,000 immigrants over the next five years. These immigrants would, subject to the criterion of economic absorptive capacity, be admitted as follows: For each of the next five years a quota of 10,000 Jewish immigrants will be allowed on the understanding that a shortage one year may be added to the quotas for subsequent years, within the five year period, if economic absorptive capacity permits. In addition, as a contribution towards the solution of the Jewish refugee problem, 25,000 refugees will be admitted as soon as the [[High Commissioner]] is satisfied that adequate provision for their maintenance is ensured, special consideration being given to refugee children and dependents. The existing machinery for ascertaining economic absorptive capacity will be retained, and the High Commissioner will have the ultimate responsibility for deciding the limits of economic capacity. Before each periodic decision is taken, Jewish and Arab representatives will be consulted. After the period of five years, no further Jewish immigration will be permitted unless the Arabs of Palestine are prepared to acquiesce in it." </blockquote>
*'''Section III. Land''': Previously no restriction had been imposed on the transfer of land from Arabs to Jews, while now the ''White Paper'' stated: <blockquote>"The Reports of several expert Commissions have indicated that, owing to the natural growth of the Arab population and the steady sale in recent years of Arab land to Jews, there is now in certain areas no room for further transfers of Arab land, whilst in some other areas such transfers of land must be restricted if Arab cultivators are to maintain their existing standard of life and a considerable landless Arab population is not soon to be created. In these circumstances, the High Commissioner will be given general powers to prohibit and regulate transfers of land."</blockquote>
*'''Section III. Land''': Previously no restriction had been imposed on the transfer of land from Arabs to Jews, while now the ''White Paper'' stated: <blockquote>"The Reports of several expert Commissions have indicated that, owing to the natural growth of the Arab population and the steady sale in recent years of Arab land to Jews, there is now in certain areas no room for further transfers of Arab land, whilst in some other areas such transfers of land must be restricted if Arab cultivators are to maintain their existing standard of life and a considerable landless Arab population is not soon to be created. In these circumstances, the High Commissioner will be given general powers to prohibit and regulate transfers of land."</blockquote>
-->
Untuk teks penuh ''Kertas Putih 1939'', lihat:[http://www.yale.edu/lawweb/avalon/mideast/brwh1939.htm]


== Reaksi Kertas Putih 1939 ==
For the complete text of ''White Paper of 1939'', see:[http://www.yale.edu/lawweb/avalon/mideast/brwh1939.htm]
''Kertas Putih'' ini diluluskan dalam [[Dewan Rakyat British|Dewan Rakyat]] dengan 268 melawan 179 bersetuju.

<!--
==White Paper of 1939, reactions==
The ''White Paper'' was passed in the [[British House of Commons|House of Commons]] by 268 to 179 in favour.

Many supporting the National Government were opposed to the policy on the grounds that they claimed it contradicted the Balfour Declaration. Many government MPs either voted against the proposals or abstained, including Cabinet Ministers such as the Jewish [[Leslie Hore-Belisha, 1st Baron Hore-Belisha|Leslie Hore-Belisha]], as well as [[Winston Churchill]].
Many supporting the National Government were opposed to the policy on the grounds that they claimed it contradicted the Balfour Declaration. Many government MPs either voted against the proposals or abstained, including Cabinet Ministers such as the Jewish [[Leslie Hore-Belisha, 1st Baron Hore-Belisha|Leslie Hore-Belisha]], as well as [[Winston Churchill]].


Baris 34: Baris 34:
On [[May 15]] [[1948]] the government of the new state of [[Israel]] issued an injunction officially abolishing the White Paper. -->
On [[May 15]] [[1948]] the government of the new state of [[Israel]] issued an injunction officially abolishing the White Paper. -->


== Catatan kaki ==
== Notat kaki ==
*{{note|Blum5}} ''[[Jewish Brigade|The Brigade]]'' oleh Howard Blum, hlm. 5
*{{note|Blum5}} ''[[Jewish Brigade|The Brigade]]'' oleh Howard Blum, hlm. 5


== Referensi ==
== Rujukan ==
*[http://www.yale.edu/lawweb/avalon/mideast/brwh1939.htm Buku Putih 1939] di [[Universitas Yale]]
*[http://www.yale.edu/lawweb/avalon/mideast/brwh1939.htm Kertas Putih 1939] di [[Universiti Yale]]
* J.C. Hurewitz, ''The Struggle for Palestine'', Schoken Books, 1976
* J.C. Hurewitz, ''The Struggle for Palestine'', Schoken Books, 1976


== Lihat pula ==
== Lihat juga ==
*[[Konflik Arab-Israel]]
*[[Konflik Arab-Israel]]
*[[Teks 1922: Mandat Liga Bangsa-bangsa tentang Palestin]]
*[[Teks 1922: Mandat Liga Bangsa-bangsa tentang Palestin]]
*[[Buku Putih Churchill, 1922]]
*[[Kertas Putih Churchill 1922]]
*[[Pemberontakan Besar]]
*[[Pemberontakan Besar]]
*[[Usul pembentukan negara Palestin]]
*[[Usul pembentukan negara Palestin]]


[[Kategori:Arab]]
[[Kategori:Kertas Putih]]
[[Kategori:Sejarah Israel]]
[[Kategori:Sejarah Israel]]
[[Kategori:Yahudi di Ottoman dan Palestin di bawah Britania]]
[[Kategori:Sejarah Palestin]]
[[Kategori:Sejarah Palestin]]
[[Kategori:Empayar British]]


[[ar:كتاب أبيض لسنة 1939]]
[[ar:كتاب أبيض لسنة 1939]]

Semakan pada 15:29, 26 Ogos 2009

Kertas Putih 1939, yang juga dikenali sebagai Kertas Putih MacDonald sesuai dengan nama Malcolm MacDonald, Setiausaha Tanah Jajahan United Kingdom yang memimpin penulisannya, adalah sebuah dokumen yang berisi kebijaksanaan yang diterbitkan oleh kerajaan United Kingdom di bawah Arthur Neville Chamberlain yang memutuskan untuk meninggalkan gagasan tentang pembahagian Mandat British atas Palestin, dan sebaliknya membentuk Palestin yang merdeka yang diperintahkan bersama-sama oleh orang-orang Arab dan Yahudi.

Pra-Kertas Putih 1939

Dokumen-dokumen sebelumnya telah menyatakan bahawa Deklarasi Balfour bukanlah sebuah pernyataan setuju United Kingdom tentang pembentukan sebuah negara Yahudi yang sesungguhnya di Palestin.

Pada Januari 1938, Jawatankuasa Woodhead dibentuk untuk menjejaki cara-cara untuk menerapkan saranan-saranan yang dibuat oleh Jawatankuasa Peel (1936). Laporan Jawatankuasa Woodhead diterbitkan pada 9 November 1938. Gagasan pembahagian wilayah didukung, namun negara Yahudi yang diusulkan pada intinya jauh lebih kecil, wilayahnya hanyalah dataran pantai saja.

Pada Februari 1939, Persidangan St. James (juga dikenal sebagai Persidangan Meja Bundar 1030) diadakan di London; karena delegasi Arab menolak untuk resmi bertemu dengan delegasi Yahudi atau mengakuinya, usul-usul itu diajukan oleh pemerintah secara terpisah kepada kedua belah pihak, yang tetap tidak boleh menyetujuinya. Persidangan berakhir pada 17 Mac tanpa kemajuan apapun.

Isi Kertas Putih 1939

Kertas Putih 1939 diterbitkan pada 17 Mei 1939, dan pokok-pokok utamanya adalah:

  • Bahagian I. Perlembagaan: Dinyatakan bahawa kerana lebih dari 450,000 orang Yahudi kini telah bermukim di wilayah mandat itu, Deklarasi Balfour tentang "sebuah tanah air nasional untuk bangsa Yahudi" telah terpenuhi dan diserukanlah pembentukan sebuah negara Palestin yang merdeka dalam tempoh 10 tahun, yang diperintah bersama-sama oleh orang Arab dan Yahudi:

    "Pemerintah Sri Baginda percaya bahawa para penyusun Mandat yang di dalamnya Deklarasi Balfour terkandung tidak mungkin memaksudkan bahawa Palestin harus diubah menjadi sebuah Negara Yahudi berlawanan dengan kehendak penduduk Arab negara itu. [...] Kerana itu Pemerintah Sri Baginda kini menyatakan dengan tegas bahawa bukanlah kebijakannya bahawa Palestin harus menjadi sebuah Negara Yahudi. Bahkan Pemerintah akan menganggap hal itu berlawanan dengan kewajibannya terhadap orang-orang Arab di bawah Mandat ini, dan juga dengan jaminan-jaminan yang telah diberikan kepada bangsa Arab di masa lampau, bahawa penduduk Arab di Palestin harus dijadikan kawula dari sebuah Negara Yahudi, yang berlawanan dengan kehendak mereka."

    "Tujuan dari Pemerintahan Sri Baginda adalah pembentukan dalam waktu 10 tahun sebuah Negara Palestin yang merdeka dalam hubungan-hubungan perjanjian dengan United Kingdom sehingga akan memberikan kebutuhan-kebutuhan komersil dan strategis dari kedua negara itu dengan memuaskan di masa depan. [...] Negara yang merdeka itu haruslah satu saja, di mana orang Arab dan Yahudi bersama-sama memerintah dengan cara yang demikian rupa sehingga memastikan perlindungan kepentingan-kepentingan yang hakiki dari masing-masing komuniti."

  • Bahagian II. Imigrasi: Imigrasi Yahudi ke Palestin di bawah Mandat British akan dibatasi hingga 75,000 orang saja untuk lima tahun pertama, dan kelak akan ditetapkan berdasarkan persetujuan Arab:

    "Pemerintah Sri Baginda tidak menemukan [..] apapun di dalam Mandat ini ataupun di dalam Pernyataan-pernyataan Kebijakan yang sesudahnya yang mendukung pandangan bahawa pembentukan sebuah Tanah Air Nasional Yahudi di Palestin tidak dapat dilakukan kecuali apabila imigrasi diizinkan berlanjut tanpa batas. Bila imigrasi menimbulkan akibat-akibat yang tidak dikehenadki terhadap posisi ekonomi negara ini, imigrasi harus dengan tegas dibatasi; demikian pula bila hal itu menimbulkan akibat yang merugikan secara serius terhadap posisi politik di negara ini, maka itu adalah faktor yang tidak boleh diabaikan. Meskipun tidak sulit orang berdebat bahawa imigran Yahudi dalam jumlah besar yang akan diterima sejauh ini telah diserap secara ekonomi, rasa takut orang-orang Arab bahawa arus masuk ini akan berlanjut tanpa batas hingga populasi Yahudi mendominasi mereka telah menghasilkan akibat-akibat yang sangat parah bagi orang-orang Yahudi maupun Arab, dan bagi perdamaian dan kemakmuran Palestin.

Untuk teks penuh Kertas Putih 1939, lihat:[1]

Reaksi Kertas Putih 1939

Kertas Putih ini diluluskan dalam Dewan Rakyat dengan 268 melawan 179 bersetuju.


Notat kaki

Rujukan

Lihat juga