Suku Lampung

Daripada Wikipedia, ensiklopedia bebas.

Suku Lampung secara tradisional geografis adalah suku dari rumpun bangsa melayu tua (proto) yang menempati seluruh provinsi Lampung dan sebahagian provinsi Sumatera Selatan bahagian selatan dan tengah yang menempati daerah Martapura, Muaradua di Komering Ulu, Kayu Agung, Tanjung Raja di Komering Ilir, Merpas diselatan Bengkulu serta Cikoneng di pantai barat Banten.suku lampung adalah etnis suku dari bangsa Melayu dapat dilihat dari kosa kata bahasa dan pakaian adat secara umum identik dengan bangsa suku etnis melayu.suku lampung tediri dari dua suku adat yaitu pepadun dan sai batin.dimana pepadun ini induk suku nya pada abung siwo migo 1.Nunyai 2.Nuban 3.Anak Tuha 4.Unyi 5.Beliuk 6.Nyerupa 7.Selagai 8.Kunang 9.Subing Dan disertai sumbai dari abung siwo migo diantara nya 1.Pubian Telu Suku 2.Waya Kanan 3.Menggala migo pak 4.sungaki bunga mayang.

Asal usul[sunting | sunting sumber]

Asal-usul ulun Lampung (Orang Lampung atau Etnis Lampung) erat kaitannya dengan istilah Lampung sendiri. Kata Lampung sendiri berasal dari kata "anjak lambung" yang berarti berasal dari ketinggian ini karena para puyang Bangsa Lampung pertama kali bermukim menempati dataran tinggi Sekala Brak di lereng Gunung Pesagi. Sebagaimana I Tsing yang pernah mengunjungi Sekala Brak setelah kunjungannya dari Sriwijaya dan dia menyebut To-Langpohwang bagi penghuni Negeri ini. Dalam bahasa hokkian, dialek yang dipertuturkan oleh I Tsing To-Langpohwang berarti orang atas dan seperti diketahui Pesagi dan dataran tinggi Sekala brak adalah puncak tertinggi ditanah Lampung.

Prof Hilman Hadikusuma didalam bukunya (Adat Istiadat Lampung:1983) menyatakan bahwa generasi awal Ulun Lampung berasal dari Sekala Brak, di kaki Gunung Pesagi, Lampung Barat. Penduduknya dihuni oleh Buay Tumi yang dipimpin oleh seorang wanita bernama Ratu Sekerummong. Negeri ini menganut kepercayaan dinamisme, yang dipengaruhi ajaran Hindu Bairawa.

Buay Tumi kemudian dapat dipengaruhi tiga orang pembawa Islam yang berasal dari Pagaruyung Laras chaniago Sumatera Barat Ketiga Umpu yaitu Empu Cangih yang kelak bergelar Ratu/Datuk Di Puncak ,Empu Serunting yang kelak bergelar Ratu/Datuk Di Pugung,Empu Rakihan yang kelak bergelar Ratu/Datuk Dibalau.kemudian mereka bertiga sampai di bukit pesagi skala berak terlebih dulu mereka ngedudu (memanggil) dengan menanyakan apakah ada orang di sana.maka dijawab dengan jawaban "Wat" yang berarti ada.lalu mereka menuju ke arah suara jawaban tadi dan berjumpa dengan seorang yang bernama Puyang Serata Dilangik dan puyang inilah yang menurunkan buway Nuwat.tapi kemudian datanglah seoarang empu yang mengaku berasal dari Segera Baka Kayangan (awang awang/langit) bernama Puyang Aji Saka yang digelari Empu rakiyan sakti kelak yang bergelar Ratu/Datuk Dipamanggilan dan memiliki banyak nama yaitu peteting anak aji,Anak Tuha.kemudian ke empat empu ini yaitu Empu Cangih empu Serunting empu Rakihan empu Aji Saka berjumpa dengan sekolompok orang yang mereka anggap aneh karna cara penghidupan mereka sangat berbeda. Sekelompok orang ini mereka sebut orang Tumi.suku Tumi ini bertempat tinggal di daerah luas mereka memyembah sebatang pohon nangka yang bercabang dua. Dari keempat puyang itulah dan puyang serata di langik cikal bakal keturunan suku lampung. Setelah daerah skala berak aman ke empat empu pergi ke bukit pesagi lalu mengadakan perundingan di mana tempat masing empu dan keturunan nya memilih tempat tinggal.masing masing empu bertindak sebagai kepala rombongan.dan wilayah kekuasaan mereka masing masing 1.Empu Cangih bergelar Ratu/Datuk Di Puncak mengambil di tempat puncak bukit pesagi. 2.Empu Serunting bergelar Ratu/Datuk Di Pugung mengambil tempat di punggung bukit pesagi 3.Empu Rakihan bergelar Ratu/Datuk Dibelalau mengambil tempat di tengkuk bukit pesagi 4.Empu Aji Saka bergelar Ratu/Datuk Dipamanggilan mengambil tempat di bawah bukit pesagi didaratan luas bawah bukit pesagi. Datuk Dipuncak Datuk Dipugung Datuk Dipamanggilan kemudian pindah mencari daerah yang baru di mana perpindahan tersebut terjadi dua arah melalui jalur Ranau dan ke arah Martapura mengikuti aliran Way Komering dan melalui pantai Pesisir.Datuk Dipuncak pindah ke Arah Selabung kemudian pindah lagi ke hulu Way Abung yaitu di Canguk Ghatcak,empu Pandak Sakti dan beberapa orang Jurai Aji menempati sepanjang Way Komring.Empu Kuasa,Sang Balik Kuang Empu Pemuka menempati wat pisang.Way Kanan dan Way Besi.Keturunan Empu Serata di Langik dan Pak Lang jurai Datuk Dipugung menempati daerah Way Besai hingga Way Sekampung, Puyang Lunik sampai Way Handak. Keturuna Datuk Dipamanggilan sebagian di daerah Way Rarem dan beberapa jurai nya menempati daerah way seputih.Sedang keturunan puteri bulan menempati daearah way semangka hingga way sekampung lalu pindah lagi ke way Tulang bawang. Keturunan Datuk Dibelalau tetap tinggal di Skala berak dan terakhir sebagian pindah ke daerah Ranau dan daerah Kota Agung.yang kemudian mendirikan persekutuan adat " Paksi Pal Skala Berak ".Diceritkan bahwa Empu Rakihan yang bergelar Minak Rio Belunguh menikah dengan Puteri Bulan Bara Jurai dari Putri Indra Bulan bertempat tinggal di Luas.Dari perkawinam inilah lahir 1.Empu Belenguh 2.Empu Nyerupa 3.Empu Pernong 4.Empu Bejalan Di Way Jadi ke empat empu inilah merupakan cilal bakal paksi pak skala beral.sewaktu pembentukan mendirikan adat Paksi Pak ini dihadiri utusan dari 1.Buway Nunyai 2.Buway Aji 3.Buway Subing 4.Buway Unyi 5.Buway nuban 6.Buway Semenguk 7.Buway Turgak 8.Buway Tumi 9.Buway Nuwat 10.Buway Bulan 11.Buway Sandang 12.Buway Rawan 13.Buway Runjung 14.Buway Pemuka 15.Buway Menyata Kelima belas buway ini ini ikut menyaksikan pembentukan adat paksi pak skala berak.

Adat-istiadat[sunting | sunting sumber]

Pada dasarnya jurai Ulun Lampung adalah berasal dari Sekala Brak, namun dalam perkembangannya, secara umum masyarakat adat Lampung terbagi dua yaitu masyarakat adat Lampung Saibatin dan masyarakat adat Lampung Pepadun. Masyarakat Adat Saibatin kental dengan nilai aristokrasinya, sedangkan Masyarakat adat Pepadun yang baru berkembang belakangan kemudian setelah seba yang dilakukan oleh orang abung ke banten lebih berkembang dengan nilai nilai demokrasinya yang berbeda dengan nilai nilai Aristokrasi yang masih dipegang teguh oleh Masyarakat Adat Saibatin.

Masyarakat adat Lampung Saibatin[sunting | sunting sumber]

Masyarakat Adat Lampung Saibatin mendiami wilayah adat: Labuhan Maringgai, Pugung, Jabung, Way Jepara, Kalianda, Raja Basa, Teluk Betung, Padang Cermin, Cukuh Balak, Way Lima, Talang Padang, Kota Agung, Semaka, Suoh, Sekincau, Batu Brak, Belalau, Liwa, Pesisir Krui, Ranau, Martapura, Muara Dua, Kayu Agung rmpat kota ini ada di Propinsi Sumatera Selatan, Cikoneng di Pantai Banten dan bahkan Merpas di Selatan Bengkulu. Masyarakat Adat Saibatin seringkali juga dinamakan Lampung Pesisir karena sebagian besar berdomisili di sepanjang pantai timur, selatan dan barat lampung, masing masing terdiri dari:


  • Keratuan Melinting (Lampung Timur)
  • Keratuan Darah Putih (Lampung Selatan)
  • Keratuan Semaka (Tanggamus)
  • Cikoneng Pak Pekon (Provinsi Banten)

Masyarakat adat Lampung Pepadun[sunting | sunting sumber]

Masyarakat beradat Pepadun/Pedalaman terdiri dari:

  • Abung Siwo Mego (Unyai, Unyi, Subing, Uban, Anak Tuha, Kunang, Beliyuk, Selagai, Nyerupa). Masyarakat Abung mendiami tujuh wilayah adat: Kotabumi, Seputih Timur, Sukadana, Labuhan Maringgai, Jabung, Gunung Sugih, dan Terbanggi.
  • Mego Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, Puyang Tegamoan). Masyarakat Tulangbawang mendiami empat wilayah adat: Menggala, Mesuji, Panaragan, dan Wiralaga.
  • Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak Demang Lanca atau Suku Tambapupus, Minak Handak Hulu atau Suku Bukujadi). Masyarakat Pubian mendiami delapan wilayah adat: Tanjungkarang, Balau, Bukujadi, Tegineneng, Seputih Barat, Padang Ratu, Gedungtataan, dan Pugung.
  • Sungkay-WayKanan Buay Lima (Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, Barasakti, yaitu lima keturunan Raja Tijang Jungur). Masyarakat Sungkay-WayKanan mendiami sembilan wilayah adat: Negeri Besar, Ketapang, Pakuan Ratu, Sungkay, Bunga Mayang, Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga, dan Kasui.

Falsafah Hidup Ulun Lampung[sunting | sunting sumber]

Falsafah hidup Ulun Lampung termaktub dalam Kitab Kuntara Raja Niti, terdapat lima pedoman yaitu:

  1. Piil-Pusanggiri malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri)
  2. Juluk-Adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya)
  3. Nemui-Nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu)
  4. Nengah-Nyampur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis)
  5. Sakai-Sambaian (gotong-royong dan saling membantu dengan anggota masyarakat lainnya)

Sifat-sifat di atas dilambangkan dengan ‘lima kembang penghias sigor’ pada lambang Provinsi Lampung.
Sifat Ulun Lampung tersebut juga diungkapkan dalam adi-adi (pantun):

Tandani Ulun Lampung, wat Piil-Pusanggiri
Mulia heno sehitung, wat liom khega dikhi
Juluk-Adok kham pegung, Nemui-Nyimah muakhi
Nengah-Nyampur mak ngungkung, Sakai-Sambaian gawi.

Bahasa Lampung[sunting | sunting sumber]

Bahasa Lampung, adalah sebuah bahasa yang dipertuturkan oleh Ulun Lampung di Propinsi Lampung, selatan palembang dan pantai barat Banten.

Bahasa ini termasuk cabang Sundik, dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia barat dan dengan ini masih dekat berkerabat dengan bahasa Sunda, bahasa Batak, bahasa Jawa, bahasa Bali, bahasa Melayu dan sebagainya.

Berdasarkan peta bahasa, Bahasa Lampung memiliki dua subdilek. Pertama, dialek A (api) yang dipakai oleh ulun Sekala Brak, Melinting Maringgai, Darah Putih Rajabasa, Balau Telukbetung, Semaka Kota Agung, Pesisir Krui, Ranau, Komering dan Daya (yang beradat Lampung Saibatin), serta Way Kanan, Sungkai, dan Pubian (yang beradat Lampung Pepadun). Kedua, subdialek O (nyo) yang dipakai oleh ulun Abung dan Tulangbawang (yang beradat Lampung Pepadun).

Dr Van Royen mengklasifikasikan Bahasa Lampung dalam Dua Sub Dialek, yaitu Dialek Belalau atau Dialek Api dan Dialek Abung atau Nyow.

A. Dialek Belalau (Dialek Api), terbagi menjadi:

  1. Bahasa Lampung Logat Belalau dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang berdomisili di Kabupaten Lampung Barat yaitu Kecamatan Balik Bukit, Batu Brak, Belalau, Suoh, Sukau, Ranau, Sekincau, Gedung Surian, Way Tenong dan Sumber Jaya. Kabupaten Lampung Selatan di Kecamatan Kalianda, Penengahan, Palas, Pedada, Katibung, Way Lima, Padangcermin, Kedondong dan Gedongtataan. Kabupaten Tanggamus di Kecamatan Kotaagung, Semaka, Talangpadang, Pagelaran, Pardasuka, Hulu Semuong, Cukuhbalak dan Pulau Panggung. Kota Bandar Lampung di Teluk Betung Barat, Teluk Betung Selatan, Teluk Betung Utara, Panjang, Kemiling dan Raja Basa. Banten di di Cikoneng, Bojong, Salatuhur dan Tegal dalam Kecamatan Anyer, Serang.
  2. Bahasa Lampung Logat Krui dipertuturkan oleh Etnis Lampung di Pesisir Barat Lampung Barat yaitu Kecamatan Pesisir Tengah, Pesisir Utara, Pesisir Selatan, Karya Penggawa, Lemong, Bengkunat dan Ngaras.
  3. Bahasa Lampung Logat Melinting dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Lampung Timur di Kecamatan Labuhan Maringgai, Kecamatan Jabung, Kecamatan Pugung dan Kecamatan Way Jepara.
  4. Bahasa Lampung Logat Way Kanan dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Way Kanan yakni di Kecamatan Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga dan Pakuan Ratu.
  5. Bahasa Lampung Logat Pubian dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang berdomosili di Kabupaten Lampung Selatan yaitu di Natar, Gedung Tataan dan Tegineneng. Lampung Tengah di Kecamatan Pubian dan Kecamatan Padangratu. Kota Bandar Lampung Kecamatan Kedaton, Sukarame dan Tanjung Karang Barat.
  6. Bahasa Lampung Logat Sungkay dipertuturkan Etnis Lampung yang Berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Sungkay Selatan, Sungkai Utara dan Sungkay Jaya.
  7. Bahasa Lampung Logat Jelema Daya atau Logat Komring dipertuturkan oleh Masyarakat Etnis Lampung yang berada di Muara Dua, Martapura, Komring, Tanjung Raja dan Kayuagung di Propinsi Sumatera Selatan.

B. Dialek Abung (Dialek Nyow), terbagi menjadi:

  1. Bahasa Lampung Logat Abung Dipertuturkan Etnis Lampung yang yang berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Kotabumi, Abung Barat, Abung Timur dan Abung Selatan. Lampung Tengah di Kecamatan Gunung Sugih, Punggur, Terbanggi Besar, Seputih Raman, Seputih Banyak, Seputih Mataram dan Rumbia. Lampung Timur di Kecamatan Sukadana, Metro Kibang, Batanghari, Sekampung dan Way Jepara. Kota Metro di Kecamatan Metro Raya dan Bantul. Kota Bandar Lampung di Gedongmeneng dan Labuhan Ratu.
  2. Bahasa Lampung Logat Menggala Dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Tulang Bawang meliputi Kecamatan Menggala, Tulang Bawang Udik, Tulang Bawang Tengah, Gunung Terang dan Gedung Aji,PAGARDEWA TUHOW

Aksara Lampung[sunting | sunting sumber]

Aksara lampung yang disebut dengan Had Lampung adalah bentuk tulisan yang memiliki hubungan dengan aksara Pallawa dari India Selatan. Macam tulisannya fonetik berjenis suku kata yang merupakan huruf hidup seperti dalam Huruf Arab dengan menggunakan tanda tanda fathah di baris atas dan tanda tanda kasrah di baris bawah tapi tidak menggunakan tanda dammah di baris depan melainkan menggunakan tanda di belakang, masing-masing tanda mempunyai nama tersendiri.

Artinya Had Lampung dipengaruhi dua unsur yaitu Aksara Pallawa dan Huruf Arab. Had Lampung memiliki bentuk kekerabatan dengan aksara Rencong, Aksara Rejang Bengkulu dan Aksara Bugis. Had Lampung terdiri dari huruf induk, anak huruf, anak huruf ganda dan gugus konsonan, juga terdapat lambing, angka dan tanda baca. Had Lampung disebut dengan istilah KaGaNga ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan dengan Huruf Induk berjumlah 20 buah.

Aksara lampung telah mengalami perkembangan atau perubahan. Sebelumnya Had Lampung kuno jauh lebih kompleks. Sehingga dilakukan penyempurnaan sampai yang dikenal sekarang. Huruf atau Had Lampung yang diajarkan di sekolah sekarang adalah hasil dari penyempurnaan tersebut.

Marga di Lampung[sunting | sunting sumber]

Tokoh Tokoh Suku Lampung[sunting | sunting sumber]

Negarawan dan Politisi[sunting | sunting sumber]

Praktisi dan Profesional[sunting | sunting sumber]

Seniman dan Budayawan[sunting | sunting sumber]

Akademisi dan Tokoh Pendidikan[sunting | sunting sumber]


Wartawan dan Jurnalis[sunting | sunting sumber]


Pahlawan Pejuang Kemerdekaan[sunting | sunting sumber]

Sastra[sunting | sunting sumber]

Lihat artikel Sastra Lampung

Referensi[sunting | sunting sumber]

  • Hilman Hadikusuma dkk. 1983. Adat-istiadat Lampung. Bandar Lampung: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

Lihat Pula[sunting | sunting sumber]

Kepaksian Sekala Brak
Lampung