Pangeran Suramanggala

Daripada Wikipedia, ensiklopedia bebas.
(Dilencongkan dari Wakil Pangeran Suramanggala)

Pangeran Suramanggala atau nama lainnya Tubagus Kacung merupakan tokoh yang memerintah Kerajaan Banten sebagai Sultan Wakil dari tahun 1808 hingga 1809.[1][sunting | sunting sumber]

Latar Belakang[2][sunting | sunting sumber]

Pangeran Suramanggala merupakan salah seorang daripada lima orang putera Sultan Banten ke-13 iaitu Sultan Muhammad Arif Zainul Asyikin seperti berikut :

  1. Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliyuddin (Sultan Banten ke-14)
  2. Sultan Muhammad Muhyiddin Zainul Solihin (Sultan Banten ke-15)
  3. Pangeran Manggala atau Tubagus Mardjan
  4. Pangeran Suralaya atau Tubagus Beo atau Kiai Nursalim
  5. Pangeran Suramanggala atau Tubagus Kacung

Pelantikan Sebagai Sultan Banten [3][sunting | sunting sumber]

Pangeran Suramanggala telah dilantik sebagai Sultan Banten ke-19 bagi menggantikan Sultan Banten ke-18 iaitu Sultan Muhammad Agiluddin (Aliyuddin II).

Pelantikan Sebagai Bupati[4][sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1811, Belanda telah menyerah kalah kepada Inggeris dan menetapkan Thomas Stamford Raffles sebagai penguasa Pulau Jawa.

Banten telah dibahagikan kepada empat daerah kabupaten dengan diperintah oleh seorang Bupati seperti berikut:

  • Kabupaten Banten Lor (Banten utara) : Pangeran Suramanggala
  • Kabupaten Banten Kulon (Banten barat) : Bupati Tubagus Hayudin
  • Kabupaten Banten Tengah : Bupati Tubagus Ramlan
  • Kabupaten Banten Kidul (Banten Selatan) : Bupati Tumenggung Suradilaga

Penyingkiran ke Cirebon[5][sunting | sunting sumber]

Apabila Belanda kembali menguasai pulau Jawa, tekanan dan campur tangan Belanda menyebabkan Pangeran Suramanggala menyingkirkan diri dari lingkungan Kesultanan Banten lalu berundur ke Kawunggirang-Maja, Majalengka, Cirebon.

Beliau menyembunyikan identitinya dengan menggunakan nama Tubagus Kacung agar tidak dapat dikesan oleh Belanda.

Beliau kemudian bernikah dengan puteri kepada Syaikh Ibrahim bin Mbah Lathif, tokoh sufi dan da’i penyebar Islam di Desa Kawunggirang.

Makam Pangeran Suramanggala / Tubagus Kacung di Kawunggirang, Majalengka
Makam Pangeran Suramanggala / Tubagus Kacung di Kawunggirang, Majalengka

Keturunan di Singapura[6][sunting | sunting sumber]

Keturunan Pangeran Suramanggala atau Tubagus Kacung pada hari ini terdapat di pulau Jawa, Singapura dan Malaysia. Ramai daripada keturunannya yang menjadi Kiai dan Penghulu seperti berikut .

  1. Tubagus Muhammad Sholeh bin Tubagus Kacung - Mengasaskan sebuah pesantren yang berkembang menjadi Kartabasuki.[7] Bertanggungjawab membawa masuk Tareqat Shattariyah ke lingkungan Keraton Cirebon. Pernah berjuang bersama Pangeran Diponegoro bagi mencabar penjajahan Belanda di Pulau Jawa.[8]
  2. Tubagus Munari @ Kiai Muhammad Ardjaen bin Tubagus Muhammad Sholeh - Menjawat jawatan sebagai Penghulu (Qadi) Keraton Kanoman, Cirebon. Beliau telah menerima tareqat Syattariyah daripada ayahnya, Tubagus Muhammad Sholeh. Tareqat berkenaan kemudian telah diturunkan kepada Ratu Raja Fatimah, puteri kepada Kanjeng Gusti Sultan Anom dari Kesultanan Kanoman.[9]
  3. Kiai Haji Abdul Aziz bin Kiai Muhammad Ardjaen - merupakan seorang Penghulu Besar (Landraat) Kotamadya Cirebon.
  4. Kiai Haji Muhammad Dahlan bin Kiai Haji Abdul Aziz - seorang Penghulu di Cirebon.
  5. Haji Sam'on @ Untong bin Kiai Haji Muhammad Dahlan - Merupakan seorang yang terkenal dengan kerja-kerja sosial dan kebajikan di Singapura dan memiliki sebuah toko (kedai) di Kampung Jawa (Arab Street) yang menjual songkok jenamanya sendiri iaitu ‘Cap Lampu Suloh’ serta barangan lain seperti kopiah, tarbus dan capal. Beliau berkahwin dengan Hajah Fatmah binti Haji Ismail yang merupakan kakak kepada Tokoh Wartawan Negara Malaysia, Tan Sri A. Samad bin Ismail.[10]

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ A List of Native Princes and Chieftains on Java, in The Java Annual Directory and Almanac, Vol. 2, A.H.Hubbard, 1816
  2. ^ Sholihin, Badru (2015) Pemanfaatan Gedung-gedung Bersejarah Peninggalan Kolonial Belanda di Kota Tangerang – Banten UIN-SMH Banten p.21
  3. ^ Halwany Michrob (1993) Catatan Masalalu Banten Penerbit Saudara, Serang
  4. ^ Nina H. Lubis (2004) Banten dalam Pergumulan Sejarah LP3ES p.96
  5. ^ http://yayasanbaitulkanzarahma.com/kh-syaerozi-pondok-ismailiyah-kabuyutan-rajagaluh-detail-54887.html
  6. ^ Mohd. Jamil Al-Sufri (1990) Tarsilah Brunei: Sejarah Awal Dan Perkembangan Islam Jabatan Pusat Sejarah Kementerian Kebudayaan, Belia, dan Sukan Brunei p.102
  7. ^ http://boeladig.blogspot.com/2010/09/asal-usul-sekitar-daerah-majalengka_7102.html
  8. ^ https://majalah.tempo.co/read/perjalanan/122993/geylang-si-kampung-gelam
  9. ^ Muhamad Khamdi (2009) Dinamika Tarekat Syattariyah di Lingkungan Keraton Cirebon Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah
  10. ^ Melan Abdullah, Samad in Love and War, in A. Samad Ismail : Journalism and Politics, Compiled and Edited by Cheah Boon Kheng (1987) Singamal Publishing Bureau Sdn. Bhd.