Politik Diaspora

Daripada Wikipedia, ensiklopedia bebas.

Politik diaspora adalah tingkah laku politik etnik diaspora transnasional, hubungan mereka dengan tanah air etnik mereka dan negara tuan rumah, serta peranan mereka yang menonjol dalam konflik etnik.[1] Kajian tentang politik diaspora merupakan sebahagian daripada bidang kajian diaspora yang lebih luas.

Untuk memahami politik diaspora, pertama-tama kita harus memahami konteks sejarah dan perkaitannya.[2] Diaspora adalah komuniti transnasional yang mendefinisikan diri mereka sebagai sebuah kelompok etnik berdasarkan identiti bersama. Diaspora merupakan hasil dari emigrasi dari tanah air asal. Dalam kes moden, migrasi ini dapat didokumentasikan berdasarkan faktor sejarah di mana diaspora tertentu berkait dengan wilayah tertentu. Persoalan mengenai wilayah tanah air kelompok etnik tertentu ialah masalah politik. Semakin tua usia sesebuah migrasi, semakin sedikit bukti yang ada untuk membuktikan peristiwa migrasi tersebut: dalam kes orang Romani; migrasi, tanah air, dan laluan migrasi belum ditentukan secara tepat. Tuntutan ke atas tanah air sering kali dipolitikkan dan diperdebatkan.

Diaspora yang mengidentifikasikan diri sangat mementingkan tanah air mereka oleh kerana hubungan etnik dan budaya dengan tanah air, terutamanya jika tanah air itu telah 'hilang' atau 'ditakluk'. Hal ini telah menyebabkan pertumbuhan gerakan nasionalis etnik dalam beberapa diaspora, seperti Pemberontakan di Selatan Thailand Ralat petik: 'Tag <ref> tidak sah; rujukan tanpa nama mestilah mempunyai kandungan yang sering kali terjadi dalam usaha pembentukan tanah air yang berdaulat. Namun, bahkan ketika negara tersebut wujud, jarang sekali populasi diaspora secara keseluruhan kembali ke tanah air, dan komuniti diaspora yang tersisa biasanya tetap memiliki ikatan emosional yang signifikan dengan tanah air, dan populasi etnik di sana.

Komuniti diaspora etnik sekarang diakui oleh para ahli sebagai ciri "tak terelakkan" dan "endemik" dalam sistem internasional, seperti yang ditulis oleh Yossi Shain dan Tamara Cofman Wittes,[1] atas beberapa alasan berikut:

Pertama, dalam setiap negara tuan rumah diaspora, anggota yang menetap dapat mengatur diri secara domestik untuk memaksimumkan pengaruh politik mereka. Kedua, diaspora dapat memberikan tekanan yang signifikan dalam arena politik domestik di negara asalnya terutamanya yang berkaitan dengan isu-isu yang menjadi perhatian diaspora. Akhir-akhir ini, komuniti transnasional diaspora dapat terlibat secara langsung dengan negara pihak ketiga dan organisasi internasional, yang pada dasarnya merentasi tanah air dan pemerintah negara tuan rumah. Dengan demikian, diaspora dianggap sebagai entiti politik transnasional, yang beroperasi atas "nama seluruh rakyatnya" dan mampu bertindak secara bebas dari negara mana pun (tanah air atau negara tuan rumah).