Pindang
Sebahagian kandungan di laman rencana ini menggunakan istilah atau struktur ayat yang terlalu menyebelahi gaya bahasa negara tertentu hasil penggunaan semula kandungan sumber tanpa pengubahsuaian. Anda diminta mengolah semula gaya bahasa rencana ini supaya penggunaan istilah di rencana ini seimbang, selaras serta mudah difahami secara umum dalam kalangan pengguna-pengguna bahasa Melayu yang lain menggunakan laman Istilah MABBIM kelolaan Dewan Bahasa dan Pustaka. Silalah membantu. Kata nama khas dan petikan media tertentu (seperti daripada akhbar-akhbar atau dokumen rasmi) perlu dikekalkan untuk tujuan rujukan. Sumber perkamusan dari Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia juga disediakan. Anda boleh rujuk: Laman Perbincangannya • Dasar dan Garis Panduan Wikipedia • Manual Menyunting |
Pindang merupakan hasil olahan ikan dengan cara kombinasi perebusan (pemasakan) dan penggaraman,[1] "digarami dan dibumbui kemudian diasapi atau direbus"[2] lalu menghasilkan produk terawet dengan kadar garam rendah yang mampu bertahan lama.[3][2] Setelah selesai pemasakan, biasanya bekas di mana ikan disusun langsung digunakan sebagai wadah penyimpanan dan pengangkutan untuk dipasarkan.[4]
Pindang memiliki penampakan, citarasa, tekstur, dan keawetan yang khas dan bervariasi sesuai dengan jenis ikan, kadar garam, dan lama perebusan. Jenis-jenis ikan yang umum diolah dengan cara pemindangan adalah ikan-ikan pelagik seperti ikan layang, selar, japu, ikan tembang, lemuru, ikan kembung, tuna, cakalang, dan tongkol.[1] Produk sampingan dari proses pengolahan pindang ikan adalah petis ikan.
Kaedah pindang selain menggunakan garam juga dikombinasikan dengan proses pemanasan sehingga produk yang dihasilkan mempunyai ciri dan rasa tersendiri berbanding ikan masin. Untuk ikan kecil dipindang dalam keadaan utuh sedangkan ikan besar dipindang dalam bentuk potongan.[4]
Jenis pindang
[sunting | sunting sumber]Teknik pemindangan
[sunting | sunting sumber]- Pemindangan garam juga disebut pindang badeng (Jawa Barat) atau pindang paso (kerana menggunakan kendil atau paso tanah liat). Menurut pemindangan jenis ini, ikan disusun di dalam kendil tanah liat dan setiap lapisannya ditaburi garam, direbus selama 4-6 jam (atau 6-8 jam), kemudian ditiriskan. Kendil tetap digunakan sebagai wadah pada saat proses distribusi.[1] Selain menggunakan kendil atau paso tanah liat, wadah yang digunakan juga bisa terbuat dari plat logam.[4]
- Pemindangan air garam juga disebut pemindangan naya atau cue. Pada proses ini, ikan disusun pada keranjang atau rak bambu (naya) kemudian direbus dalam larutan garam pekat hingga ikan masak (15-45 minit). Selanjutnya, ikan pindang diangin-anginkan dan disusun pada bakul bambu untuk didistribusikan.[1]
- Pemindangan presto menggunakan tekanan tinggi menghasilkan ikan dengan duri lunak.[5]
Cara pengolahan
[sunting | sunting sumber]Cara Bawean
[sunting | sunting sumber]Pengolahan ikan pindang cara Bawean termasuk jenis pemindangan garam menggunakan pendil atau paso, daun pisang kering, dan garam (20–30% dari berat ikan). Ikan yang digunakan biasanya ikan layang dan ikan bandeng. Ikan diatur berlapis-lapis serapat mungkin dan setiap lapisan ditaburi garam. Setelah pendil atau paso penuh, air ditambahkan sampai ikan terendam. Setelah ikan masak, air yang tersisa dikeluarkan dengan cara melubangi bagian bawa pendil atau dituang. Selanjutnya pendil dibungkus daun jati kemudian diikat supaya tidak pecah selama penyimpanan dan pengangkutan. Pindang bisa tahan sampai 3 bulan.[4]
Cara Muncar
[sunting | sunting sumber]Perbedaan pengolahan ikan pindang cara Bawean dengan cara Muncar adalah cara pemasakannya tidak direbus melainkan dikukus di atas tungku khusus. Bekas yang digunakan adalah loko, yaitu sejenis bekas buluh. Pemindangan cara ini membutuhkan larutan garam 25%,peti pemasakan, tungku khusus, serta belanga atau kuali besar.
Ikan direndam larutan garam selama 15 minit, kemudian ditata di atas loko sampai penuh dan ditiriskan ditempat teduh sampai kering. Loko dimasukkkan peti pemasakan sampai penuh, sementara air dimasak dalam belanga sampai mendidih. Kemudian peti pemasakan diletakkan di atas belanga. Setiap 15 minit, loko paling atas dipindahkan ke paling bawah dan ikan dibalik-balikkan sekali-kala supaya masak merata. Setelah masak, ikan bersama loko disimpan dalam rak-rak bambu di tempat yang teduh dan dibiarkan semalaman sehingga kulit ikan kering dan mengilap. Ikan dipindang ini bertahan selama 7 – 15 hari.[4]
Gaya baru
[sunting | sunting sumber]Ikan yang telah dicuci bersih selanjutnya dilumuri garam dan diatur berlapis-lapis dalam bakul beralas merang atau daun pisang kering. Selanjutnya ikan dibiarkan selama 1–3 jam supaya garam meresap. Besek dimasukkan ke dalam belanga yang berisi larutan garam yang mendidih sampai masak , diangkat, dan ditiriskan, lalu disimpan. Dibandingkan cara Bawean dan Muncar, cara ini lebih bersih, lebih sedap, dan dagingnya lebih padat. Dengan cara ini, ikan pindang boleh bertahan sampai 3 bulan.[4]
Kualitas dan nilai gizi
[sunting | sunting sumber]Keadaan makanan pindang yang tidak terlalu masin menjadikan berperanan strategik dalam memenuhi keperluan protein haiwan yang disyorkan pemakanannya.[1]
Keawetan
[sunting | sunting sumber]Pada dasarnya pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan sekaligus pengolahan ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan pemanasan. Pengolahan dilakukan dengan merebus atau memanaskan ikan selama waktu tertentu sehingga membunuh sebagian besar mikroorganisme pada ikan. Garam juga berperan sebagai pengawet serta memperbaiki cita rasa ikan. Pemanasan dengan garam tinggi juga menyebabkan tekstur ikan berubah menjadi lebih kompak.[5]
Pindang pada umumnya tidak terlalu awet kerana memiliki kadar air cukup tinggi sehingga sesuai dengan pertumbuhan mikroorganisme, terutama bakteria pembentuk lendir dan kapang. Proses pemananasan (perebusan) tidak mampu membunuh semua mikroorganisme. Selain itu, pindang sangat rentan terhadap kontaminasi silang selama proses distribusi (bisnis) dan pemasaran. Daya awet ikan pindang naya sekitar 3-4 hari, sementara ikan pindang paso hingga 6-7 hari.[1]
Dari segi teknologi pengawetan makanan, produk pindang air garam dapat diklasifikasikan sebagai produk setengah diawetkan (semi-preserved). Produk ini memiliki kadar air yang tinggi sehingga sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme.[6]
Nilai sosial
[sunting | sunting sumber]Pengolahan ikan pindang cukup memasyarakat, terutama dalam kalangan nelayan atas beberapa alasan:[7]
- Pemindangan sangat mudah dilaksanakan dan tidak banyak memakan biaya, sehingga dapat dilaksanakan oleh petani ikan atau nelayan.
- Hasil pemindangan masih berbentuk ikan segar sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku untuk diolah lebih lanjut, juga dapat langsung dimakan kerana memang telah matang.
- Ikan pindang sangat disukai kerana mengandung rasa yang sesuai dengan selera masyarakat, yaitu mendekati rasa ikan hasil pengalengan.
- Nilai gizi ikan pindang relatif masih tinggi sehingga ikan hasil proses pemindangan dapat digunakan sebagai salah satu sumber protein hewani.
- Ikan pindang dapat menggunakan bahan baku ikan dengan tingkat kesegaran bervariasi, meskipun persyaratan tingkat kesegaran tertentu tetap harus dipenuhi agar produk akhir yang dihasilkan lebih bermutu.
Secara nasional, penghasil utama pindang adalah Jawa Tengah 4,11%; Jawa Timur 3,39%; dan Jawa Barat 1,40% dari hasil total produksi perikanan laut Indonesia.[4]
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Rujukan
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d e f Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi-IPB. "Teknologi Pangan & Agroindustri", Volume 1 Nomor 8, hal. 116-119. Bogor: IPB.
- ^ a b KBBI Online. Pindang.
- ^ Tri Margono, Detty Suryati, dan Sri Hartinah. 1993. "Buku Panduan Teknologi Pangan". Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation.
- ^ a b c d e f g Bisnis UKM. 7 September 2007. Teknologi Pengawetan Ikan dengan Cara Pemindangan Diarkibkan 2014-04-08 di Wayback Machine.
- ^ a b Wibowo S. 1996. "Industri Pengolahan Ikan". Jakarta: Penebar Swadaya.
- ^ Ilyas. 1980. "Teknologi Pengolahan Pindang". Jakarta: Lembaga Penelitian Teknologi Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan pertanian Departemen Pertanian Republik Indonesia.
- ^ Afrianto dan Liviawaty. 1989. "Pengawetan dan Pengolahan Ikan". Yogyakarta: Kanisius.